Filosofi pembuatan tahu
Filosofi
pembuatan tahu
Tahu adalah makanan yang dibuat dari endapan perasan biji kedelai yang mengalami koagulasi . Tahu telah mengalami
indigenisasi di Indonesia sehingga muncul berbagai varian tahu serta panganan
berbahan tahu. Tampilan luar tahu ada yang berwarna putih maupun kuning. Karena
populernya, tahu menjadi bagian tak terpisahkan tempat makan berbagai tingkat
sosial di Indonesia, bersama-sama dengan tempe. Di Kediri tahu kuning menjadi
makanan khas. Tahu ini dikenal sebagai tahu takua. Tempat lain yang juga
terasosiasi dengan tahu adalah Sumedang (tahu Sumedang).
Pembuatan
tahu adalah sebagai berikut:
1.
Pencucian, untuk membersihkan dari debu, tanah, kerikil dan kotoran yang lain.
2.
Pemanasan, dilakukan dengan uap panas yang dihasilkan tungku, untuk memasak dan
melunakkan kedelai.
3.
Penggilingan, untuk mengecilkan ukuran sehingga dapat dilakukan proses
selanjutnya.
4.
Penyaringan, untuk diambil sari kedelainya dan dipisahkan dari ampasnya (bagian
padatnya).
5.
Pencetakan, setelah pati kedelai diperoleh, kemudian dilakukan pengendapan dan
pencetakan, sesuai cetakan dengan bentuk seperti yang diinginkan, tapi biasanya
memakai bentuk kotak.
6.
Penanganan akhir, setelah tahu jadi, tinggal diwadahi/dikemas, kemudian siap
dijual, ataupun langsung dimasak.
Untuk
menjadi manusia (berkualitas, mantap, siap dikaryakan, dan sebagainya), maka
manusia juga harus berproses, adapun prosesnya yakni sebagai berikut:
1.
“Pencucian“, di sini lebih ke penjagaan kebersihan hati. Manusia harus punya
niat yang lurus dan ikhlas, bebas dari penyakit hati yang merusak dari pikiran
picik.
2.
“Pemanasan“, terjadi proses endotermik (menyerap panas), analoginya adalah
manusia harus belajar sehingga terjadi
pemasukan “energi”/ilmu, pengetahuan, skill, ketrampilan, kepahaman dan
lain-lain, secara terbuka dan tidak semerta-merta menolak apa yang
diperolehnya. Hasilnya adalah “kedelai yang empuk”, yakni hati yang tidak
membatu, dan kepala yang tidak keras (maksudnya: tidak keras kepala), karena
banyaknya ilmu yang dimilikinya.
3.
“Penggilingan“, merupakan proses perubahan manusia secara mental, spiritual dan
fisik sehingga punya bentuk yang lebih sesuai untuk dibuat ke seuatu hal yang
mempunyai nilai lebih tinggi.
4.
“Penyaringan“, disinilah proses seleksi terhadap manusia, mana yang benar-benar
punya kualitas dan layak untuk dipilih menjadi sumber daya yang baik.
5.
“Pencetakan“, upaya penyempurnaan dengan mencetak sumber daya yang unggul, dan
mantap dengan kepribadian
Dan
akhlak yang tinggi.
6.
“Penanganan akhir“, perlakuan sesuai dengan apa yang telah direncanakan semula,
yaitu memperoleh manfaat dari perbaikan kondisi sumber daya manusia, yang siap
dikaryakan pada setiap bidangnya dalam upaya membangun bangsa dengan segala
aspeknya, sehingga masyarakat semakin baik, dan tercapai masyarakat madani.