Pemerolehan bahasa pertama dan kedua
1. Pemerolehan
bahasa pertama dan kedua
Proses anak mulai mengenal komunikasi
dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak.
Pemerolehan bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila anak yang sejak semula
tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa
anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan
bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu
rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju
gabungan kata yang lebih rumit.
Ada dua pengertian mengenai pemerolehan
bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak,
tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang
muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat
erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat
menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi,
tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa
yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh
‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif
bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan
sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih
banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan
bahasa pertama (PB1).
Pemerolehan bahasa pertama erat sekali
kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya
dengan pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah
satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat.
Bahasa memudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang
benar-benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat
digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan
nilai-nilai lain dalam masyarakat. Dalam melangsungkan upaya memperoleh bahasa,
anak dibimbing oleh prinsip atau falsafah ‘jadilah orang lain dengan sedikit
perbedaan’, ataupun ‘dapatkan atau perolehlah suatu identitas sosial dan di
dalamnya, dan kembangkan identitas pribadi Anda sendiri’. Sejak dini bayi telah
berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Seorang ibu seringkali memberi kesempatan
kepada bayi untuk ikut dalam komunikasi sosial dengannya. Kala itulah bayi
pertama kali mengenal sosialisasi, bahwa dunia ini adalah tempat orang saling
berbagi rasa.
Melalui bahasa khusus bahasa pertama
(B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. B1 menjadi salah
satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam
bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk
yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh
mengungkapkan perasaannya secara gamblang. Apabila seorang anak menggunakan
ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau gramatikal, belum berarti bahwa ia
telah menguasai B1. Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai B1 ada
beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan
kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti
waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan bagian yang
penting dalam perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak.
Masa
Waktu dan Perkembangan Pemerolehan Bahasa Pertama
Perkembangan pemerolehan bahasa anak
dapat dibagi atas tiga bagian penting yaitu (a) perkembangan prasekolah (b)
perkembangan ujaran kombinatori, dan (c) perkembangan masa sekolah.
Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah dapat dibagi
lagi atas perkembangan pralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi
permulaan.
Perkembangan pralinguistik ditandai oleh
adanya pertukaran giliran antara orang tua khususnya ibu) dengan anak. Pada
masa perkembangan pralinguistik anak mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha
membedakan dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain serta hubungan
dengan objek dan tindakan pada tahap satu kata anak terus-menerus berupaya
mengumpulkan nama benda-benda dan orang yang ia jumpai. Kata-kata yang pertama
diperolehnya tahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata
sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemerian.
Perkembangan bahasa pertama anak lebih
mudah ditandai dari panjang ucapannya. Panjang ucapan anak kecil merupakan
indikator atau petunjuk perkembangan bahasa yang lebih baik dari pada urutan
usianya. Jumlah morfem rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran
panjangnya. Ada lima tahapan pemerolehan bahasa pertama. Setiap tahap dibatasi
oleh panjang ucapan rata-rata tadi. Untuk setiap tahap ada Loncatan Atas (LA).
Walaupun perkembangan bahasa setiap anak
sangat unik, namun ada persamaan umum pada anak-anak, ada persesuaian satu sama
lain semua mencakup eksistensi, noneksistensi, rekurensi, atribut objek dan
asosiasi objek dengan orang. Dilihat dari unsur dasar pembentukannya, kombinasi
yang dibuat anak pada periode ini mengekspresikan dua unsur deretan dasar
pelaku (agen) + tindakan (aksi) + objek. Semua kombinasi dua unsur terjadi,
misalnya Agen + Aksi + Objek, Agen + Objek.
Pada masa tahap 2 ada tiga sarana
ekspresif yang dipakai oleh anak-anak, yang dapat membuat kalimat-kalimat
mereka menjadi lebih panjang yaitu kemunculan morfem-morfem gramatikal secara
inklusif dalam ujaran anak, pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan
dua hal tersebut, dan perluasan istilah dalam suatu hubungan/relasi.
Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak
bergerak dari membuat bunyi menuju ke arah membuat pengertian. Periode
pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama yaitu
(1) periode vokalisasi dan prameraban serta (2) periode meraban. Anak lazimnya
membuat pembedaan bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakan
antara bunyi suara insani dan noninsani antara bunyi yang berekspresi marah
dengan yang bersikap bersahabat, antara suara anak-anak dengan orang dewasa,
dan antara intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan
persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak
menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan
orang dewasa, dan apabila anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu,
hal itu menjadi perbendaharaan mereka.
Pada perkembangan masa sekolah,
orientasi seorang anak dapat berbeda-beda. Ada anak yang lebih impulsif
daripada anak yang lain, lebih refleksif dan berhati-hati, cenderung lebih
jelas dan nyata dalam berekspresi, lebih senang belajar dengan bermain-main,
sementara yang lain lebih pragmatis dalam pemakaian bahasa. Di masa ini setiap
bahasa anak akan mencerminkan kepribadiannya sendiri. Siswa taman kanak-kanak
memiliki rasa bahasa, bagian-bagiannya, hubungannya, bagaimana cara kerjanya
sehingga mereka mampu mengenal serta mengapresiasi bahasa yang dipakai dalam
cara yang mengagumkan serta tidak lazim. Selama masa sekolah anak mengembangkan
dan memakai bahasa secara unik dan universal. Pada saat itu anak menandai atau
memberinya ciri sebagai pribadi yang ada dalam masyarakat itu. Perkembangan
bahasa pada masa sekolah dapat dibedakan dengan jelas dalam tiga bidang, yaitu
struktur bahasa, pemakaian bahasa, dan kesadaran metalinguistik.
Strategi
Pemerolehan Bahasa Pertama
Strategi pertama dalam pemerolehan bahasa
dengan berpedoman pada: tirulah apa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan
digunakan anak terus, meskipun ia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa strategi tiruan atau strategi imitasi ini akan
menimbulkan masalah besar. Mungkin ada orang berkata bahwa imitasi adalah
mengatakan sesuatu yang sama seperti yang dikatakan orang lain. Akan tetapi ada
banyak pertanyaan yang harus dijawab berkenaan dengan hal ini. Ada berbagai
ragam peniruan atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation,
imitasi pemerolehan atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate
imitation, imitasi terlambat delayed imitation dan imitasi dengan perluasan
atau imitation with expansion, reduced imitation.
Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa
adalah strategi produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan
keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman buatlah
sebanyak mungkin dengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh.
Produktivitas adalah ciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat
“bercerita atau mengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat
mengandung berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
Strategi ketiga berkaitan dengan
hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan responsi. Dengan strategi ini
anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana
orang lain memberi responsi. Stategi produktif bersifat “sosial” dalam
pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang
lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapat memberikan umpan
balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadap makna dan juga
memberinya sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasa untuk digarap atau
dikerjakan.
Strategi keempat adalah prinsip operasi.
Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip
operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa. Selain perintah
terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini juga menyarankan larangan
yang dinyatakan dalam avoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari
pengaturan kembali.
Proses
Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa
berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasa mempunyai dua cara yang,
berbeda berdikari, dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa
kedua. Pertama, pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara
anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan
bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar
akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
Kedua, untuk
mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar
bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat
mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajar yang menuntut
bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuan memungut bahasa
bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa juga dapat
memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai
anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa.
Pemerolehan dan pembelajaran dapat dibedakan dalam lima hal, yaitu pemerolehan:
1.
Memiliki ciri-ciri yang sama dengan
pemerolehan bahasa pertama, seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa
adalah pengetahuan secara formal,
4.
Mendapat pengetahuan secara implisit,
sedangkan pembelajaran mendapat pengetahuan secara eksplisit,
Perkembangan bahasa
anak adalah suatu kemajuan yang sebarang hingga mencapai kesempurnaan.
Pandangan kognitif diwakili oleh Jean Piaget dan berpendapat bahwa bahasa bukan
ciri alamiah yang terpisah melainkan satu di antara beberapa kemampuan yang
berasal dari pematangan kognitif. Lingkungan tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan
intelektual anak. Yang penting adalah interaksi anak dengan lingkungannya.
Cara pemerolehan bahasa
kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin
dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. Pemerolehan bahasa kedua yang
diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi
bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang
dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi
siswanya.
Pemerolehan bahasa
kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam
komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada
keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya
sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan
bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau
interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari
pimpinan sistematis yang sengaja.
Di dalam kelas ada saja
buah yang dapat dianggap sangat penting dan mendasar dalam proses belajar
bahasa, yaitu (1) belajar bahasa adalah orang, (2) belajar bahasa adalah
orang-orang dalam interaksi dinamis, dan (3) belajar bahasa adalah: orang-orang
dalam responsi. Pemerolehan bahasa bersamaan dengan proses yang
digunakan oleh anak-anak dalam pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan
bahasa kedua. Pemerolehan bahasa menuntut interaksi yang berarti dalam bahasa
sasaran yang merupakan wadah para pembicara memperhatikan bukan bentuk
ucapan-ucapan mereka tetapi pesan-pesan yang mereka sampaikan dan mereka
pahami. Perbaikan kesalahan dan pengajaran kaidah- kaidah eksplisit tidaklah
relevan bagi pemerolehan bahasa, tetapi para guru dan para penutur asli dapat
mengubah serta membatasi ucapan-ucapan mereka kepada pemeroleh agar menolong
mereka memahaminya. Modifikasi-modifikasi ini merupakan pikiran untuk membantu
proses pemerolehan tersebut.
Hubungan
antara Pemerolehan Bahasa Pertama dan Pemerolehan Bahasa Kedua
Ciri-ciri pemerolehan
bahasa mencakup keseluruhan kosakata, keseluruhan morfologi, keseluruhan
sintaksis, dan kebanyakan fonologi. Istilah pemerolehan bahasa kedua atau
second language aqcuisition adalah pemerolehan yang bermula pada atau sesudah
usia 3 atau 4 tahun. Ada pemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan
bahasa kedua orang dewasa. Ada lima hal pokok berkenaan dengan
hubungan pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua. Salah satu
perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ialah bahwa
pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari perkembangan
kognitif dan sosial seorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi
sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah selesai, dalam
pemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan,
sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalam pemerolehan
bahasa pertama dan bahasa kedua ada kesamaan dalam urutan perolehan butir-butir
tata bahasa, banyak variabel yang berbeda antara pemerolehan bahasa pertama
dengan pemerolehan bahasa. Kedua, suatu ciri yang khas antara pemerolehan
bahasa pertama dan bahasa kedua belum tentu ada meskipun ada persamaan
perbedaan di antara kedua pemerolehan.
Ada tiga macam pengaruh
proses belajar bahasa kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses
penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama
walaupun pengaruh isi sangat lemah (kecil).
Strategi
Pemerolehan Bahasa Kedua
Strategi pertama ini
memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR) sebesar 1,75, dan Loncatan Atas
(LA) sebesar 5. Adapun objek dan persona terus-menerus ada walaupun di luar
jangkauan pandangan yang merupakan pemahaman nonlinguistik yang menjadi dasar
atau landasan bagi pengarah bahasa atau terjemahan anak-anak terhadap
ketidakstabilan atau kemudahan mengalirkan pemikiran ke dalam kategori-kategori
bahasa yang lebih pasti. Penggunaan pemahaman nonlinguistik untuk
memperhitungkan serta menetapkan hubungan-hubungan makna-ekspresi bahasa merupakan
suatu strategi yang amat persuasif atau dapat merembes pada diri anak-anak.
Strategi kedua
berpegang pada semboyan: gunakan apa saja atau segala sesuatu yang penting,
yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada dua ciri yang kerap kali penting dan
menonjol bagi anak-anak kecil dan berharga bagi sejumlah kata-kata pertama
mereka yaitu objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat (misalnya
kunci, palu, kaos kaki, topi) dan objek-objek yang bergerak dan berubah
(seperti mobil, jam).
Strategi ketiga berpegang pada semboyan:
anggaplah bahwa bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan dengan
demikian menggunakan data bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki 50
kata pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yang seakan-akan
melihat fungsi utama bahasa sebagai penamaan objek-objek. Anak kelompok
ekspresif memiliki 50 kata pertama secara proporsional mencakup lebih banyak
kata yang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terima kasih, jangan
begitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa (terutama sekali)
sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompok anak itu
menyimak bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satu memperlakukan
bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yang satu lagi, kepada
bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi. Ada tujuh fungsi bahasa
yaitu fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi, fungsi
interaksi, fungsi personal, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif. Fungsi
instrumental bahasa berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, mengkomunikasikan
tindak. Fungsi regulasi atau pengaturan berkenaan dengan pengendalian
peristiwa, penentuan hukum dan kaidah, pernyataan setuju tidak setuju. Fungsi
representasi berkenaan dengan pernyataan, menjelaskan melaporkan. Fungsi
interaksi berkaitan dengan hubungan komunikasi sosial. Fungsi personal
berkenaan dengan kemungkinan seorang pembicara mengemukakan perasaan, emosi,
dan kepribadian. Fungsi heuristik berkaitan dengan perolehan pengetahuan dan
belajar tentang lingkungan. Fungsi imajinatif berkaitan dengan daya cipta
imajinasi dan gagasan.
Strategi keempat
berpegang pada semboyan: amatilah bagaimana caranya orang lain mengekspresikan
berbagai makna. Strategi ini baik diterapkan pada anak yang berbicara sedikit
dan seakan-akan mengamati lebih banyak, bertindak selektif, menyimak, mengamati
untuk melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling berhubungan. Strategi
ini mengingatkan kepada gaya atau preferensi belajar yang berbeda pada
anak-anak yang berlainan usia dalam situasi belajar yang lain pula.
Strategi kelima
berpegang pada semboyan: ajukanlah pertanyaan-pertanyaan untuk memancing atau
memperoleh data yang Anda inginkan, anak berusia sekitar dua tahun akan sibuk
membangun dan memperkaya kosakata mereka. Banyak di antara mereka mempergunakan
siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Siasat ini seolah-olah merupakan
sesuatu yang efektif, karena setiap kali dia bertanya: apa nih? apa tu? maka
teman bicaranya mungkin menyediakan label atau, nama yang tepat. Suatu pola
yang menarik terjadi pada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3
tahun.