Pandangan Global dan Kecenderungan dalam Pemerolehan Bahasa

Pandangan Global dan Kecenderungan dalam Pemerolehan Bahasa
Ditinjau dari segi bentuk ada tiga pemerolehan bahasa yaitu pemerolehan bahasa pertama yaitu bahasa yang pertama diperoleh sejak lahir, pemerolehan bahasa kedua yang diperoleh setelah bahasa pertama diperoleh, dan pemerolehan-ulang, yaitu bahasa yang dulu pernah diperoleh kini diperoleh kembali karena alasan tertentu. Ditinjau dari segi urutan ada dua pemerolehan yaitu pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.
Ditinjau dari segi jumlah ada dua pemerolehan yaitu pemerolehan satu bahasa (di lingkungan yang hanya terdapat satu bahasa secara luas), dan pemerolehan dua bahasa di lingkungan yang terdapat lebih dari satu bahasa yang digunakan secara luas). Ditinjau dari segi media dikenal pemerolehan bahasa lisan (hanya bahasa yang diucapkan oleh penuturnya), dan pemerolehan bahasa tulis (bahasa yang dituliskan, oleh penuturnya). Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan dikenal pemerolehan, bahasa asli (merupakan alat komunikasi penduduk asli), dan pemerolehan bahasa asing (bahasa yang digunakan oleh para pendatang atau bahasa yang memang didatangkan untuk dipelajari). Ditinjau dari segi keserentakan atau keberurutan (khususnya bagi pemerolehan dua bahasa) dikenal pemerolehan (dua bahasa) serentak dan pemerolehan dua bahasa berurutan.
Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu prospensity (kecenderungan), language faculty, (kemampuan berbahasa), dan acces (jalan masuk) ke bahasa.
Istilah prospensity mencakup seluruh faktor yang menyebabkan pelajar menerapkan kemampuan berbahasa untuk memperoleh sesuatu balasan. Hal itu merupakan hasil interaksi mereka yang menentukan kecenderungan aktual pelajar. Selama tidak mempengaruhi segala aspek pemerolehan bahasa pada taraf yang sama, maka tidaklah bijaksana mengaitkan kecenderungan dengan proses pemerolehan dengan cara yang umum. Unsur-unsur komponen kecenderungan itu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, (misalnya pengajaran) sampai taraf-taraf tertentu.
Kapasitas dan Acces dalam Belajar Bahasa
Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses. Pemrosesan bahasa memerlukan sebuah acces atau jalan masuk. Tanpa jalan masuk tidak mungkin bahan mentah atau bahan kasar dapat diproses dalam pemerolehan bahasa. Jalan masuk memiliki dua komponen yang berbeda, yaitu jumlah yang tersedia dan jajaran jarak kesempatan komunikasi. Belajar bahasa kedua harus dapat membedakan variasi-variasi tekanan suara, nada, intonasi dari satu bahasa ke bahasa lain. Khasanah kosakata anak seringkali didapat karena melibatkan pemahamannya tentang siapa berbicara dengan siapa, di mana, kapan, sambil mengamati gerak tubuh para tokoh dan reaksinya.
Peranan Bahasa Pertama dalam Proses Pemerolehan Bahasa Kedua
Bahasa pertama mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap bahasa kedua sebesar 4 – 12 % dari kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang dibuat oleh anak-anak berasal dari bahasa pertama, sebesar 8 – 23 % merupakan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh orang dewasa. Mayoritas kesalahan-kesalahan tersebut lebih banyak dalam susunan kata daripada dalam morfologi. Bidang yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama adalah pengucapan. Anak-anak memproses sistem bunyi baru melalui pola-pola fonologis bahasa pertama pada tahap-tahap awal pemerolehan bahasa kedua, tetapi secara berangsur-angsur mereka bersandar pada sistem bahasa kedua dan aksen atau tekanan (logat) mereka pun menghilang. Pengaruh bahasa pertama kian bertambah pada bahasa kedua jika pelajar diharapkan menghasilkan bahasa kedua sebelum dia mempunyai penguasaan yang cukup memadai terhadap bahasa barunya. Pelajar akan bergantung pada struktur-struktur bahasa pertama, baik dalam upaya komunikasi maupun terjemahan. Pengaruh bahasa pertama juga merupakan fakta dalam interaksi yang terjadi antara bahasawan bahasa pertama dan bahasa kedua.
Pengaruh bahasa pertama terlihat paling kuat dalam susunan kata kompleks dan dalam terjemahan frase-frase, kata demi kata. Pengaruh bahasa pertama lebih lemah dalam morfem terikat. Pengaruh bahasa pertama paling kuat atau besar dalam lingkungan-lingkungan pemerolehan yang rendah. Pengaruh bahasa pertama bukanlah merupakan hambatan atau rintangan proaktif, melainkan akibat dari penyajian yang justru diperbolehkan menyajikan sesuatu sebelum dia mempelajari perilaku baru itu. Pengobatan atau penyembuhan bagi interferensi hanyalah penyembuhan bagi ketidaktahuan belajar. Bahasa pertama dapat merupakan pengganti bahasa kedua yang telah diperoleh sebagai suatu inisiator atau pemrakarsa ucapan apabila pelajar bahasa kedua harus menghasilkannya dalam bahasa sasaran, tetapi tidak cukup kemampuan bahasa kedua yang telah diperolehnya. Pengaruh bahasa pertama merupakan petunjuk bagi pemerolehan yang rendah. Anak-anak mungkin membangun atau membentuk kompetensi yang diperoleh melalui masukan. Kurangnya desakan penghasilan ujaran lisan akan menguntungkan bagi anak-anak dan orang dewasa menelaah bahasa kedua dalam latar-latar formal.
Input dan Interaksi dalam Proses Pemerolehan Bahasa
Seorang anak akan dihadapkan pada dua penguasaan bahasa dalam mempelajari bahasa kedua (B2) yaitu memperoleh bahasa pertama sedangkan ia sendiri akan berupaya mempelajari bahasa kedua. Bahasa antara adalah bentuk ujaran yang belum atau tidak ada modelnya pada kedua bahasa baik bahasa pertama maupun bahasa kedua, bahasa sumber maupun bahasa sasaran, bahasa ibu maupun bahasa yang dipelajari. Ideosinkresi adalah bentuk ujaran yang tidak terdapat dalam model bahasa kedua atau yang dipelajari. Proses belajar bahasa berkembang melalui beberapa tahap. Tahap kompetensi perantara disebut kompetensi trasisional atau bahasa antara. Setiap bahasa antara mewakili satu tahap kompetensi yang berisi bentuk-bentuk yang benar maupun yang tidak benar dalam bahasa yang dipelajari. Ada empat kompetensi yakni kompetensi formal, kompetensi semantik, kompetensi berkomunikasi, dan kreativitas. Keempat kompetensi itu dikuasai secara bertahap. Ada empat pemerolehan dalam belajar bahasa yaitu menguasai bunyi bahasa, menguasai bentuk kata, menguasai kalimat, dan menguasai makna. Empat pemerolehan ini lama-kelamaan berlangsung secara otomatis dan pada akhirnya digunakan siswa untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ada tiga persoalan utama proses belajar yaitu (1) Perbedaan antara dominasi yang tak dapat dihindari, terdapat di dalam otak siswa yang mempelajari bahasa pertama dengan ketidakcakapan siswa menguasai bahasa kedua, (2) pilihan implisit-eksplisit, (3) dilema komunikasi dengan kode. Terdapat hipotesis yang disusun dalam bagian-bagian yang berhubungan dengan komponen pemerolehan bahasa kedua yang ditinjau dari segi umum, situasi, masukan, perbedaan-perbedaan pelajar, proses-proses dan keluaran linguistik. Hipotesis segi umum ini membicarakan perihal bagaimana pemerolehan bahasa kedua, apakah mengikuti perkembangan alamiah atau tidak, dan apakah ada keragaman di antaranya, bagaimana secara vertikal dan bagaimana secara horisontal. Hipotesis segi situasi membicarakan faktor-faktor situasional yaitu siapa ditujukan kepada siapa, kapan, tentang apa, dan di mana serta apakah mempengaruhi urutan perkembangan atau tidak, apakah merupakan penyebab utama bahasa pemeroleh. Hipotesis input atau masukan membicarakan masukan dan interaksi sekaligus, apakah dapat menentukan perkembangan pemerolehan atau tidak. Hipotesis perbedaan pelajar menyangkut personalitas pelajar bahasa baik itu sikap, persepsi, minat maupun motivasi, serta apakah bahasa pertama dapat mempengaruhi perkembangan pemerolehan. Hipotesis proses-proses pelajar membicarakan bahasa antara, keuniversalan bahasa serta korolari. Hipotesis keluaran linguistik menyangkut sifat keluaran linguistik, apakah formulaik atau tidak, kreatif atau monoton, bervariabel atau tidak, dinamis atau statis, sistemis atau sistematis.
Kedudukan Bahasa Indonesia dalam Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia
Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi di Indonesia. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai tiga fungsi, yaitu: sebagai alat pemersatu suku-suku bangsa di Indonesia, sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional, dan sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antar- daerah. Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi dalam kepentingan kenegaraan, alat perhubungan pada tingkat nasional, bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, dan sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu dan teknologi. Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran pokok di SD, SMTP, SMTA, bahkan sampai di perguruan tinggi.
Pemerolehan Bahasa Kedua
  1. Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa Indonesia bukan bahasa pertama mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga.
  2. Pengenalan/penguasaan bahasa Indonesia dapat terjadi melalui proses pemerolehan atau proses belajar.
  3. Proses pemerolehan terjadi secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi tak formal dengan orang tua dan/atau teman sebaya, tanpa bimbingan.
  4. Proses belajar terjadi secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif, ada bimbingan, dan dilakukan dengan sadar.
  5. Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2) didapat bersama-sama atau dalam waktu berbeda. Jika didapat dalam waktu yang berbeda, Bahasa Kedua (B2) didapat pada usia prasekolah atau pada usia Sekolah Dasar.
  6. Bahasa Kedua (B2) dapat diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2). Jika diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama, Bahasa Kedua dipelajari melalui proses belajar formal; jika didapat di lingkungan Bahasa Kedua, Bahasa Kedua didapat melalui interaksi tidak formal, melalui keluarga, atau anggota masya-rakat Bahasa Kedua.
Empirisme Dalam Teori Belajar B2
  1. Teori belajar behavioris bersifat empiris, didasarkan atas data yang dapat diamati.
  2. Kaum behavioris berpendapat bahwa proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar pada binatang.
  3. Kaum behavioris menganggap bahwa proses belajar bahasa adalah sebagian saja dari proses belajar pada umumnya.
  4. Menurut kaum behavioris manusia tidak memiliki potensi bawaan untuk belajar bahasa.
  5. Kaum behavioris berpendapat bahwa pikiran anak merupakan tabula rasa (kertas kosong) yang akan diisi dengan asosiasi antara S dan R.
  6. Menurut pandangan mereka semua perilaku merupakan respons terhadap stimulus. Perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif.
  7. Belajar adalah proses pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respons yang berulang-ulang. Pembentukan kebiasaan ini disebut pengkondisian.
  8. Pengkondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S dan R.
  9. Bahasa manusia merupakan suatu sistem respons yang canggih yang terbentuk melalui pengkondisian operant/belajar verbal (bahasa).
Rasionalisme dalam Teori Belajar B2
  1. Teori belajar bahasa yang termasuk aliran rasionalisme ialah teori tata bahasa universal, teori monitor dan teori kognitif.
  2. Teori tata bahasa universal mencakup seperangkat elemen gramatikal atau prinsip-prinsip yang secara alami ada pada semua bahasa manusia.
  3. Prinsip-prinsip di atas merupakan hasil perangkat pemerolehan bahasa (LAD) yang mencakup prinsip-prinsip universal substantif dan prinsip universal formal.
  4. Menurut Chomsky prinsip universal “ditemukan” oleh anak membentuk “tata bahasa inti” yang sama dalam semua bahasa. Di samping tata bahasa inti di dalam bahasa, ada tata bahasa “periferal” yang tidak ditentukan oleh tata bahasa universal.
  5. Krashen mengemukakan model belajar yang disebut “model monitor” yang mencakup 5 hipotesis, yaitu hipotesis perbedaan pemerolehan dan proses belajar bahasa, hipotesis tentang urutan alamiah pemerolehan struktur gramatikal, hipotesis monitor, hipotesis masukan, dan hipotesis saringan.
  6. Menurut Krashen, belajar hanya dapat berfungsi sebagai monitor bila disertai dengan kondisi yang memadai.
  7. Melalui pemerolehan yang terjadi di bawah sadar anak-anak mendapatkan intuisi bahasa (rasa bahasa), yang tidak diperoleh melalui proses belajar terutama pada tahap awal.
  8. Teori kognitif bersumber pada psikologi kognitif dan berfokus pada proses kognitif yang lebih umum. Menurut teori kognitif, belajar bahasa terjadi sebagai pemerolehan keterampilan kognitif yang kompleks. Untuk mencapai kemahiran bahasa sub-subketerampilannya harus dilatih, diotomatisasikan, diintegrasikan, dan diorganisasi-kan ke dalam sistem yang sudah dimiliki, yang selalu berubah strukturnya sesuai dengan perkembangan kemahiran.
  9. Pada tahun 80-an Titone mengajukan model belajar bahasa yang disebut model Holodinamik (HDM). Model ini menunjukkan perpaduan ciri-cici aliran beha-viorisme dan aliran kognitif serta sangat mementingkan aspek-aspek kepribadian. Model ini mencakup tiga tingkat yaitu tingkat ego, strategi, dan taktik.
Peranan Pengajaran Bahasa dalam Memperoleh Bahasa Kedua
  1. Pengajaran Bahasa Kedua (B2) adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memudahkan orang lain belajar.
  2. Pengajaran mencakupi 3 unsur pokok dan banyak unsur yang merupakan konvensi. Unsur pokok bersifat umum/universal sedangkan konvensi dibatasi oleh negara, lingkungan, tujuan, waktu, kelompok.
  3. Unsur pokok pengajaran ialah orang yang mengajar (guru), kegiatan/materi yang dirancang untuk memudahkan belajar dan orang yang belajar.
  4. Peranan pengajaran secara umum ialah dalam memberikan kemudahan agar siswa Bahasa Kedua (B2) dapat mencapai tujuan belajar yang mencakupi sub-subketerampilan membaca, menulis, berbicara, menyimak, dan mengapresiasi sastra dalam Bahasa Kedua (B2).
  5. Krashen menyatakan pengajaran yang diciptakan sebagai lingkungan kondusif memegang peranan penting dalam memberikan masukan-masukan terutama bagi siswa yang tidak mempunyai kesempatan memperoleh masukan dari lingkungan informal.
  6. Peranan pengajaran Bahasa Kedua (B2), berdasarkan unsur-unsur pokoknya dapat dirinci sebagai peranan guru, materi/kegiatan belajar dan siswa.
  7. Guru memegang peranan yang penting dalam memberikan kemudahan menumbuhkan/memelihara/meningkatkan motivasi, mengorganisasikan siswa, memilih/menentukan bahan ajar mengelola/mengarahkan kegiatan belajar, memantau kemajuan, membantu siswa dalam kesulitan belajar.
  8. Bahan/kegiatan belajar yang disediakan menentukan apa yang mungkin dikuasai siswa dan bagaimana kualitas penguasaannya.
  9. Siswa merupakan pusat pengajaran. Materi, kegiatan belajar, evaluasi disusun dengan mempertimbangkan dan untuk kepentingan siswa. Pengajaran Bahasa Kedua (B2) berpusat pada siswa dengan mempertimbangkan bagaimana siswa belajar B2.
1.      Hakikat Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SD kelas rendah
Karakteristik anak usia SD yang telah mampumelakukan koordinasi antara otak dan otot nya sehingga mereka selalu aktif bergerakmmelakukan aktivitas baik permainan maupun gerakan gerakan jasmaniah lainnya, seperti melompat, lari, memegang pensil dan sebagainya. Pembelajaran adalah upaya mengkreasi lingkungan dimana struktur kognitif murid dapat muncul dan berubah. Tujuannya adalah menyediakan pengalaman belajar yang member kesempatan murid mempraktikkan operasi-operasi itu. Model pembelajaran yang diasumsikan cocok untuk murid kelas rendah(I-II SD) adalah model pembelajaran yang lebih didasarkan pada interaksi sosial dan personal (Joy dan Weil, 1992) atau model interaksi dan transaksi (Brady, 1989) dari pada menggunakan model-model pembelajaran behavioral dan ekspositoral.
Dari model-model tersebut dapat diidentifikasi berbagai prinsip pembelajaran yakni sebagai berikut:
a.Libatkan murid supaya belajar aktif.
b.Didasarkan pada perbedaan individual.
c.Dikaitkan antara teori dan praktik.
d.Kembangkan komunikasi dan kerjasama dalam belajar.
e.Bombing anak supaya berani dalam mengambil resiko dan belajar dari kesalahan.
f.Belajar sambil bermain dan berbuat.
g.Sesuaikan pembelajaran dengan taraf perkembangan kognitif yang masih pada taraf operasi konkrit.


Model pembelajaran di kelas rendah
Berikut ini dikemukakan deskripsi umum dari model-modelpembelajaran itu (Joice dan Weil, 1992), tetapi pelaksanaan model-model belajar itu untuk kelas rendah masih harus disesuaikan dan disederhanakan lagi.

1. Pertemuan kelompok (partner-partner dalam belajar)
a. Langkah-langkah pembelajaran
1) Murid menghadapi situasi “puzzling” (baik direncanakan atau tidak) yang diidentifikasim oleh guru sebagai obyek studi. Maksudnya guru dalam menerangkan tugas kelompok yang diberikan.
2) Murid mengeksplorasi reaksi terhadap situasi itu. Maksudnya siswa diajak berfikir tentang tugas kelompok yang telah diberikan oleh pengajar.
3) Merumuskan tugas dan mengorganisasikan pelaksanaannya. Maksudnya siswa mulai mengerjakan tugas kelompok lalu mendiskusikan dengan teman sekelompok.
4) Mempelajari secara independen dan kelompok. Maksudnya setelah soal kelompok selesai dikejakan bersama-sama. Siswa diharapkan mempelajari hasil belajar kelompoknya baik individu maupun bersama-sama.
5) Menganalisis kemajuan dan proses.
6) Mengulangi kegiatan lagi 1-5 jika hasil menganalisis kurang memadai.

b. Sistem sosial yang diperlukan
Sistem sosialnya adalah demokratis, aktivitas kelompok muncul dengan petunjuk dari guru. Murid dan guru mempunyai status yang sama kecuali peranan dari masing-masing.


c. Prinsip-prinsip reaksi
Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu murid merumuskan rencana, tindakan dan mengatur kelompok serta mengarahkan kegiatan sesuai dengan yang diinginkan. Guru juga berfungsi sebagai konselor akademik.
d. Sistem pendukung
Perlengkapan sekolah seperti pepustakaan, media pembelajaran dan alat-alat peraga harus memenuhi keperluan pembelajaran ini. Di samping itu juga hendaknya dimungkinkan untuk dapat mmenggunakan media di luar ruangan. Karena usia SD kelas rendah ini susah jika diberi media abstrak. Merekalebih paham jika menggunakan media konkrit.
2. Role playing (bermain peran)
a. Langkah-langkah pembelajaran
1) Mengidentifikasi atau memperkenalkan masalah, dan membuat masalah menjadi jelas. Menginterpretasi latar belakang masalah dan isu-isu, menjelaskan prosedur pelaksanaan role playing.
2) Memilih partisipan
• Menganalisis peran-peran dan memilih pemain peran
3) Menetapkan tahapan
•Menetapkan alur laku (action)
•Menyatakan kembali peran-peran
• Memasuki situasi masalah
4) Menyiapkan pengamat
• Menetapkan apa yang harus diamati
• Memberi tugas pengamatan pada murid
5) Pelaksanaan
• Melaksanakan role playing, menjaga keberlangsungan pelaksanaan dan menghentikannya
6) Diskusi dan evaluasi
• Menelaah kembali pelaksanaan role playing
• Mendiskusikan focus utama role playing
• Menyiapkan pelaksanaan ulang role playing
7) Pelaksanaan ulang
• Berganti peran (yang berlawanan) misalnya semula berperan sebagai anak
sekarang sebagai ibu
8) Diskusi dan evaluasi
• (lihat langkah keenam)
9) Berbagi pengalaman dan generalisasi
• Menghubungkan masalah yang diperankanitu dengan pengalaman nyata dan masalah-masalah yang ada saat ini, kemudian menyimpulkan prinsip-prinsip umum
tingkah laku.
b. Sistem sosial yang di perlukan
Model ini tersusun secara moderat. Guru mengemukakan langkah-langkah dan mengarahkan murid dalam pelaksanaan setiap langkah. Isi diskusi atau tema dan
pelaksanaan umumnya ditentukan oleh murid.
c. Prinsip-prinsip reaksi
Terimalah semua respon murid tanpa mengevaluasi. Bantu murid menggali berbagai sisi situasi masalah dibandingkan dengan pandangan-pandangan lain. Tingkatkan kesadaran-kesadaran siswa tentang pandangan dan perasaan sendiri melalui refleksi, parafrase, dan menyimpulkan respon-respon mereka. Tekankan bahwa ada berbagai cara memainkan peran dan juga ada banyak cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
d. Sistem pendukung
Role playing hanya memerlukan sedikit saja material pendukung kecuali kondisi awal, misal tempat yang agak luas, benda-benda dilingkungan sekitar atau dari alam.
3. Peran guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas rendah
a. Guru sebagai pembimbing 
b. Guru sebagai model 
c. Guru sebagai administrator 
d. Guru sebagai innovator 
e. Guru sebagai evaluator
4. Pendekatan mengajar
Ada beberapa pendekatan yang masih dominan digunakan dalam pembelajaran bahasa yaitu pendekatan komunikatif, CBSA, integrative dan komunikatif
Pendekatan komunikatif
Komunikatif adalah pembelajaran bahasa yang mengemukakan kemampuan penggunaan menggunakan bahasa dalam konteks komunikasi(keterampilam wicara dan menulis. Prinsip-prinsip pengajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan komunikatif sebagai berikut:
1) Pragmatic, struktur dan kosa kata tidak disajikan sebagai pokok bahasan yang berdiri sendiri karena kosa kata, prakmatik dan struktur telah tercakup dalam pengajaran keempat keterampilan pembelajaran bahasa tersebut.
2) Pembelajaran bahasa untuk melatih kepekaan siswa. Maksudnya siswa tidak hanya diinformasikan secara lugas atau langsung tetapi harus mampu juga memahami informasi yang disampaikan.
3) Pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga menungkatkan untuk bernalar, meningkatkan wawasan, mengembangkan kemampuan hayati keindahan karya sastra seperti: membaca puisi, menyanyi,bercerita dan bermain drama.
4) Pembelajaran bahasa juga diarahkan untuk membekali siswa menguasai bahasa lisan dan tulis, misalya mengungkapkan berbagai informasi yang didapat secara lisan dan tulis.
b. Pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA)
Yang dimaksud dengan CBSA adalah cara belajar yang mengutamakan kadar keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental. Yang perlu dipahami dalam pelaksanaan CBSA adalah anak dapat belajar secara kelompok ataupun individual. Anggapan CBSA identik sebagai belajar kelompok itu tidak benar.
c. Pendekatan integrative dan tematik
Yang dimaksud dengan pendekatan integrative adalah pendekatakan pembelajaran bahasa yang disajikan secara utuh tidak terpotong-potong dan bersumber pada satu
tema. Mencakup keempat aspek yaitu: 
1) Mendengarkan 
2) Berbicara
3) Membaca dan
4) Menulis
2. MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN (MMP)
Keterampilan menyimak dan berbicara, yang merupakan keterampilan berbahasa reseptif diperoleh seseorang untuk pertama kalinya di lingkungan rumah. Keterampilan membaca dan menulis, yakni keterampilan berbahasa produktif, diperoleh seseorang ketika mereka memasuki pendidikan formal. Oleh karena itu, kedua jenis keterampilan berbahasa ini merupakan sajian pembelajaran yang utama dan pertama bagi murid-murid di sekolah dasar di kelas awal.
2.      METODE (MMP)
Pada awal awal persekolahan siswa kelas 1 SD,pembelajaran yang utama adallah membaca dan menulis. Kedua jenis ketrampilan disajikan dalam satu kemasan yang disebut MMP,yaitu membaca dan menulis permulaan. Untuk pertam kalinya siswa baru diperkenalkan dengan lambang-lambang tulis yang biasa digunakan untuk berkomunikasi. Dengan sasaran utamanya agar memiliki kemampuan membaca dan menulis pada tingkat dasar.
Berikut beberapa metode yang cocok di kelas rendah :
A. Metode EJA
Pada metode ini,memulai pengajarannya dengan mengenalkan huruf alphabet(A,B,C,D,E,dan seterusnya). Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai bunyinya menurut abjad. Setelah melalui tahap ini,siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan merangkai beberapa huruf yang sudah dikenalnya. Misalnya: b,u,k,u menjadi b.u → bu (dibaca be.u → bu)
k.u → ku (dibaca ka.u → ku) bu-ku dilafalkan buku
Setelah anak-anak menulis huruf lepas tersebut,kemudian anak-anak belajar menulis rangkaian huruf yang berupa suku kata. Proses selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal yang abstrak,dari hal-hal yang mudah,akrab,familiar dengan kehidupan anak menuju yang sulit dan mungkin meruoakan sesuatu yang baru bagi anak.
B. Metode Bunyi
Proses pembelajaran MMP melalui metode ini merupakan bagian dari metode eja. Prinsipn dasar dan proses pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan metode eja di atas. Perbedaannya terletak pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad(huruf-hurufnya).
Misal : Huruf b dilafalkan /eb/-- d dilafalkan /ed/ : dilafalkan dengan e pepet seperti pengucapan pada kata benar,keras,pedas,lemah,dan sebagainya. Dengan demikian,kata “nani” dieja menjadi :
en.a → na
en.i → ni → dibaca →nani
C. Metode Suku Kata dan Metode Kata
Pada metode ini,proses pembelajaran MMP diawali dengan pengenalan suku kata seperti ba,bi,bu,be,bo,ca,ci,cu,ce,co,dan seterusnya. Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna.
Misalnya :
ba-bi cu-ci
ba-bu ci-ca
bi-bi ca-ci
D. Metode Global (Metode Kalimat )
Proses pembelajaran MMP yang diperlihatkan melalui proses ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat secara global. Agar membantu pengenalan kalimat yang dimaksud,biasanya menggunakan gambar. Di bawah gambar dimaksud, dituliskan sebuah kalimat yang kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut.  Selanjutnya, setelah anak diperknalkan dengan beberapa kalimat,barulah proses pembelajaran MMP dimulai. Melalui proses pengurai menjadi satuan-satuan yang lebih kecil,seperti kalimat menjadi satuan-satuan yang lebih kecil,seperti kata,suku kata,dan huruf,selanjutnya anak mengalami proses belajar MMP.
Misalnya :
ini mimi
ini mimi
i-ni mi-mi
i-n-i m-i-m-i
E. Metode SAS( Struktural Analitik Sintetik )

SAS merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula. Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pelajarannya dengan menampilkan dan mengenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap,yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk mambangun konsep-konsep kebermaknaan pada diri anak. Dan akan lebih baik jika struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran MMP dengan metode ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri.

Postingan populer dari blog ini

Visi ilmu di indonesia

Karakteristik anak usia remaja (SMP/SMA)

Sikap ilmiah yang harus dimiliki ilmuwan